Sudah.. Sudah Pernah..

Sabtu, 29 Januari 2011

Jaman ng-kost semasa kuliah jadi potongan penting kehidupanku yang sulit terlupakan.

Terngiang, terkenang, terkesan.

Kisah unik bersama Mas Dwi, anak Pak Sis, anak bapak kost di Warungboto UH IV/979. Selalu menolak penawaran dengan kata weis (Jawa, artinya: sudah).

“Mari makan, Mas.”

“Sudah… ”

“Ke burjo yuuk. Sogeman, Mas.” Burjo, Bubur Kacang Ijo, warung makan murah, identik dengan menu bubur kacang ijo; ada menu lain juga semacam mie rebus, nasi goreng, nasi telor, dll; tempat nongkrong nangkring cah-cah kost. Sogeman, Minum Sogem bareng. Sogem (Soda Gembira), sebutan minuman soda dicampur susu, sirup, es batu.

“Sudah… ”

“Main kartu?”

“Sudah… ”

“Ngantuk. Tidur dulu, Mas.”

“Sudah… ”

Cuma mancing sama badminton aja yang menarik baginya. Taukah kau kawan apa yang mas Dwi maksud dengan “sudah… ”? Sudah yang menggantung, masih disambung dengan kata “pernah”.

“Mari makan, Mas.”

“Sudah… sudah pernah.”

J

29 Januari 2011. Pelajaran baru. Ternyata ada cara menolak seperti ini.

Cara Memandang

Kamis, 27 Januari 2011

Sepertinya pola dan tata cara berpikir saya mulai bergeser. Dulu sering dapat wangsit cuma dari kamar kecil pas buang-buang isi perut. Sekarang malah bisa dapat dimana saja. Pengaruh nulis blog kali ya, mulai terbiasa untuk berpikir dimana saja kapan saja.

Lagi-lagi dapat inspirasi di jalan. Ke kantor dengan gaya melamun sok anggun. Selo (baca: Slow), santai. Tau-tau disalip mobil pengangkut karet basah.. hmm.. ambune rek ra ketulungan*.

Melihat, memperhatikan, merenungkan.

Terpikir, karet kan bau. Tapi karet menghasilkan uang. Berarti uang sama dengan bau.

“Karet = Bau; Karet = Uang; jadi Uang = Bau”

Terpikir, andai karet diganti dengan parfum yang wangi, maka uang sama dengan wangi.

“Parfum = Wangi; Parfum = Uang; jadi Uang = Wangi”

Perbandingan di atas bukan dalam arti sebenarnya. Hanya sebatas analogi saja bahwa kita bisa menilai sesuatu dalam arah yang berbeda dan hasil penilaianpun berbeda bergantung pada pembandingnya. Dalam contoh tersebut kita bisa memandang uang dalam kacamata wangi dan tidak wangi. Dalam tatanan lebih luas kita bisa menilai pemandangan dalam indah tidak indah, menilai pemimpin dalam hal bijak tidak bijak, menilai kegiatan dalam manfaat tidak manfaat.

Dan biasanya pengalaman tiap-tiap individu sangat mempengaruhi penilaian. Yang terbiasa berlaku positif dan diperlakukan baik, cenderung berpikir positif. Begitu pula sebaliknya.

Lebih baik berprasangka baik terhadap semua hal daripada berpikir negatif padahal bisa jadi sangkaan kita tidak betul.


27 Januari 2011. Sesuatu bisa dipandang baik atau tidak bergantung dengan pembandingnya, siapa yang membandingkan.

Pelantikan Wakil Rektor

Rabu, 26 Januari 2011
Pelantikan wakil rektor jadi momen penting bagi saya. Pengalaman baru. Banyak pelajaran baru. Pergantian posisi, bertukar jabatan. Diiringi berbagai rasa.

Melihat, memperhatikan, merenungkan.

Terkembang bangga melihat yang ikhlas melepas jabatan; tebersit sedih memandang yang kecewa, post power syndrom; terharap pada pejabat baru.

Lumayan padat, acara dihadiri staf ahli Gubernur (Pak Gub sedang sidang kasus; Wagub aka Gubernur Plt berhalangan hadir), Walikota dan wakil, perwakilan dari Majelis Dikti PP Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Bengkulu, Pimpinan Wilayah Aisyiyah Bengkulu, Kapolres, Kepala-Kepala Dinas Pemprov, Rektor dan Ketua Perguruan Tinggi lain se-Kota Bengkulu, Perwakilan Bank-Bank mitra, dosen dan karyawan.

Prosesi pelantikan dan serah terima jabatan berlangsung khidmat dan lancar. Berikutnya kata sambutan dari Rektor, perwakilan Majelis Dikti dan Gubernur (diwakili staf ahli).

Sambutan tiga orang utama tersebut banyak menceritakan tentang substansi pelantikan. Diantaranya berbicara tentang kemajuan Universitas tidak lepas dari kontribusi wakil rektor lama, dan ucapan terimakasih karenanya; Pergantian kedudukan merupakan hal yang biasa dan tidak terlalu istimewa. Wakil rektor baru tidak perlu over confidence dan yang lama tidak harus kecewa. Yakinilah hasil yang ada merupakan kesempatan untuk bisa berbuat lebih baik baik yang baru menjabat ataupun yang terbebas dari jabatannya; Di saat seperti inilah kita menemukan jawaban. Jika kita sungguh-sungguh bekerja, sekalipun lepas dari jabatan kita tetap akan dicari orang atau bahkan diharapkan memimpin di tempat lain. Beda halnya jika kita semena-mena dan suka main perintah, justru di akhir kita tidak mendapat apa-apa.


26 Januari 2011. Mencerna pelantikan wakil rektor. Banyak belajar. Sungguh banyak belajar.

Menjelang Pelantikan.. Jayus..

Senin, 24 Januari 2011

Cerita berikut hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanyalah keisengan penulis semata.


Sebelum gladiresik pelantikan wakil rektor, panitia men-cek ruang acara. Di situ sudah tertata rapi kursi peserta sekitar 250 banyaknya, sebuah podium, spanduk dan meja panjang dengan empat kursi berjejer di atas panggung.

Seorang kawan memberi masukan ke ketua panitia, “Pak, belum pernah Saya ikut pelantikan seperti ini. Ini sih namanya seminar.” Ia merujuk pada meja panjang di panggung dengan maksud menyingkirkannya.

Saya pun nyeletuk, “Iya Pak, belum pernah Saya ikut pelantikan seperti ini.” Maksudnya Saya memang benar-benar belum pernah ikut pelantikan. Hahai. Jayus.



24 Januari 2011. Mengenang persiapan pelantikan wakil rektor baru. Ketawa sendiri.

Jalan Kehidupan

Jumat, 21 Januari 2011

Tiap hari bolak-balik kantor berjarak 10 kilo lumayan menginspirasi. Di sela-sela keasikan nyetir, sempat tepikir juga tentang para pengendara. Sedikit perenungan, berkendara* bagaikan menjalani kehidupan.

Jalan yang lurus bukan berarti tak berlobang – sekalipun berusaha hidup lurus, tetap ada cobaan dan khilaf.

Hampir tidak ada jalan yang benar-benar lurus, meski sedikit tetap lenggak-lenggok – lika-liku kehidupan.

Banyak pengendara yang melanggar marka jalan dan aturan lainnya – orang sudah tidak mempedulikan aturan. Asal tidak ketauan petugas keamanan, silakan melanggar. J Menyedihkan.

Lampu kuning harusnya berhati-hati, malah pada ngebut berharap bisa lewat – selalu buru-buru, tidak waspada, tidak peduli aturan. Berbahaya!!!

Saling menyalip – tidak penting siapa yang duluan jalan, yang terdepanlah yang menang. Asal tidak melanggar aturan kecepatan, menang dengan jujur.


* saya membandingkan dengan berkendara di jalanan Bengkulu.




21 Januari 2011. Berkendara juga ada hikmahnya. Hihi..

Berani Mimpi

Kamis, 20 Januari 2011

Orang sukses punya masa lalu. Orang lalai punya masa depan. Siapa yang tidak mau berubah, akan dihukum oleh masa depannya sendiri.

Kita bisa belajar dari kesalahan. Tapi bukan berarti kesalahan itu harus kita alami sendiri, karena kita tidak punya banyak waktu untuk itu. Bolehlah kiranya belajar dari kesalahan orang lain. Bisa lewat merenungi kawan sekitar, atau membaca.

Saya – merasa pernah gagal dan berada di titik paling bawah kehidupan saya. Mungkin berikutnya ada kesempatan untuk banyak cerita tentang itu. Adapun tentang kegagalan ini, saya mencoba merenungi dan menyimpulkan sebab kegagalan saya.

Sebab dari dalam, boleh disebut sifat bawaan:

  • Malas mulai, senang melalaikan tugas. Setiap kali ada tugas, saya lebih senang mengalihkan perhatian ke yang lain terlebih dahulu, semisal game dan komik. Tapi setelahnya malah kecapekan dan tugas terbengkalai.
  • Takut tantangan dan tidak pede.
  • Inkonsistensi.
  • Sering menilai negatif, berpikir buruk tentang banyak hal.
  • Banyak guyon, keseringan becanda tanpa pandang tempat dan situasi.
  • Kurang wawasan, jarang merenung tentang kehidupan.

Sifat buruk saya ini bertambah dengan banyak faktor luar yang tidak bisa saya kontrol. Kalo boleh disebut beberapanya:

  • Game, baik off maupun online.
  • Pulsa murah; sms dan telepon murah. Habis waktu dan tenaga untuk smsan dan telponan. Bahkan pernah bela-belain begadang karena telpon murahnya cuma jam malam.
  • Situs jejaring sosial. Bukan situsnya yang bermasalah, tapi saya yg tidak bisa kendali diri.
  • YM dan chating. Lagi-lagi bukan fasilitasnya yang salah. Saya yang tidak bisa kendali diri.
  • Komik dan film.

Yaah, itu sebab untuk diri saya pribadi. Mungkin akan berbeda untuk setiap dari kita. Beruntung bagi saya ditimpa masalah yang membuat saya patah sepatah-patahnya. Lebih beruntung lagi, saya tidak lari ke obat-obatan, minuman atau perempuan; yang kata orang justru bikin tambah hancur kehidupan. Dalam keluluhlantakan, saya mulai merenung, menangisi diri, sekarang masih proses berbenah diri. Tentang perenungan, saya memantabkan diri untuk:

  • Rajin, atau memaksa rajin.
  • Mencoba mengenali bagian penting dan tidak penting.
  • Konsisten dalam kegiatan positif.
  • Berpikir lurus dan baik.
  • Banyak bekerja dari bercanda.
  • Kurangi main, sms/telpon, jejaringan, chating, ngomik (baca komik), nonton; ganti dengan kegiatan yang bernilai manfaat.
  • Berani bermimpi; dan berusaha menggapainya.
  • Rajin membaca; membuka jendela dunia.
  • Bergaul dengan orang-orang baik.
  • Mengagumi kalian, orang-orang hebat.

Sekarang saya masih tetap belajar. Berbenah diri. Beruntung, dar hari ke hari – dari waktu ke waktu saya selalu merasakan hasil yang baik. Mudah-mudahan saya bisa menemukan yang masih saya cari, pencerahan hidup.

20 Januari 2011. Mengenang kesalahan. Kiranya dapat instopeksi diri.

Jurus Tandur

Sabtu, 15 Januari 2011

Maju terus pantang mundur
Langkah ke depan jangan ke belakang
Maju terus pantang mundur
Demi kebenaran

Walau banyak yang coba jegal kita
Jangan pernah gentar
Walau orang coba gagalkan kita
Kita tetap menghajar

Maju terus pantang mundur
Jalan yang lurus tak kenal kabur
Maju terus pantang mundur
Untuk keadilan

Walau beribu-ribu rintangan
Kita selalu tebas
Walau berjuta-juta halangan
Kita pasti berantas

Putih itu adalah putih
Jangan bilang hitam jadi abu-abu

Maju terus pantang mundur
Ini dadaku, mana dadamu

15 Januari 2011. Maju Terus Pantang Mundur. Belajar untuk tidak mudah menyerah. Thnx Slank. Lagunya sangat menginspirasi.

Diam Bukan Berarti Setuju

Jumat, 14 Januari 2011

Ada sekolah ada ujian. Ada mengajar ada mengawas. Ada gula ada semut. Hehe.. J

Sudah lima hari ini kampus tempat saya mengabdi, melangsungkan ujian akhir semester. Seperti biasa, ujian bisa berlangsung hingga dua pekan. Sedikit berbeda dengan tempat saya kuliah dulu, di Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta yang harus selalu berpakaian muslim tiap di kampus (baik ujian atau tidak), di kampus ini memang belum wajib jilbab, tapi saat ujian harus menggunakan atasan putih dan bawahan hitam. Dilihat sekilas jadi kayak akademi.

Sebagai pemegang SK dosen, saya berkewajiban mengajar, dan tentunya mengawas ujian. Tapi sayangnya tidak kali ini. Lebih tepatnya belum. Saya baru diterima saat pertengahan semester, jadi saya belum dapat jam mengajar. Lucunya, juga tidak dapat jam mengawas, padahal pengawasnya dianggap kurang. Mungkin jarang kelihatan di Fakultas, saya jadi terlupakan. Hihi. Selama ini saya banyak menghabiskan waktu di salah satu unit kampus, karena tidak sibuk, saya diperbantukan di unit tersebut. Sebenarnya bisa sih minta, tapi saya tak mau. Kalau boleh memilih, saya memilih untuk tidak jadi pengawas (lagi). Kenapa?

(lagi), kata yang saya gunakan untuk menyatakan bahwa saya pernah jadi pengawas ujian. Mungkin levelnya agak beda, karena waktu itu saya mengawas ujian di salah satu SMK Negeri di Bengkulu. Kau tau apa yang terjadi kawan? Saya tidak nyaman menjadi pengawas. Seperti neraka mental bagi saya. Rahasia umum memang ujian bukan hanya uji kemampuan teori, tapi juga uji tip intrik mencontek. Dan rahasia umum juga, sebagian pengawas tau dan lebih mendiamkan, ntah atas dasar apa. Saya tipe yang tidak bisa untuk tidak peduli kegiatan contek-mencontek ini, tapi saya juga tidak mau ribut. Mengutip ucapan bang Gayus di TV, yang berita korupsinya lagi top, “Saya memang bukan orang baik, tapi saya juga bukan penjahat.” Bolehlah saya mengamati dan memodifikasi sedikit, “Saya memang bukan orang baik, tapi paling tidak saya berusaha untuk itu.” Daripada saya terbebani dengan pertentangan hati, lebih baik untuk sekarang saya tidak jadi pengawas dulu. Setidaknya sampai mental saya siap.

14 Januari 2011. Merenungkan pengawas ujian. Dosakah bila kita diam? Dosakah bila kita tak diam? Coba memahami.

Malaria

Kamis, 13 Januari 2011

‘Pelajaran penting. Bolehlah berusaha; bolehlah bekerja keras. Tapi imbangi dengan menjaga diri.’ Status terakhir saya di Facebook dua hari lalu sebelum tumbang karena malaria.

Saya berusaha berubah, berbenah diri. Saya kepingin rajin, tidak malas-malasan seperti jaman kuliah dulu. Saya pengen berusaha keras untuk apapun keinginan saya, bukan berpangku tangan dan menunggu datangnya keajaiban seperti dulu. Saya ingin hadir dalam berbagai kegiatan, tidak diam dan selalu bersikap oposisi terhadap berbagai aktivitas positif. Dan banyak lagi penyesalan akan sikap dan keputusan yang salah di waktu silam, yang ingin saya ubah.

Pulang ke Bengkulu setelah menghabiskan lima tahun lebih di kota pelajar Yogyakarta menjadi kesempatan untuk saya berbenah diri. Tonggak untuk merubah sikap, menjadi pribadi yang baru. Yang lebih baik. Yaah, walaupun masih sering khilaf; masih dalam proses belajar.

Saya berusaha menjadi pribadi yang ceria. Total dalam bekerja. Total dalam bermain. Total dalam berkawan. Total dalam tiap hal. Tapi satu terlupa, saat sampai limitnya, tubuh ringkih ini akan terpuruk dalam sakit, malaria.

Saya bukan dokter, bukan pula orang yang belajar di bidang kesehatan. Tapi itulah (malaria) yang mereka sebut akan penyakit saya. Dari kecil, sebelum sekolah saya sudah divonis malaria. Konon, Bengkulu dulunya endemik malaria. Sekarang sepertinya tidak lagi. Penyakit ini jika tidak diobati dengan terapi, akan berlangsung terus seumur hidup penderita. Hanya saja tidak berefek jika tubuh dalam keadaan fit. Sebatas itu saja yang saya tau. Jika salah, tolong dimaklumi dan diberi petunjuk.

Memang dalam setahun terakhir, sejak menginjakkan kaki di Bengkulu lagi, baru kali ini saya terkapar. Karena terus sehat itulah, saya jadi lupa penyakit lama. Huh, tak ada gunanya menyesal. Mudah-mudahan ke depan gak lupa diri lagi.

Seharusnya, saya pribadi patut bersyukur juga akan penyakit ini. Karena dengan ini, saya bisa tau kapan saya harus berhenti dan meluangkan waktu untuk istirahat. Ya, dari pengalaman selama ini, gejala datangnya malaria bisa dirasakan, perasaan tidak nyaman; agak demam; terasa nyeri saat kulit kita disentuh; terasa sangat dingin tersentuh air. Biasanya reda dengan obat ringan, semisal riboquin, dan tidur sebentar. Lumayan, jika saja saya peduli, saya tentu bisa menjaga diri.

Tidak seperti kemarin yang memang kondisinya menuntut saya untuk tidak diam sebentar, beristirahat. Saya sudah merasakan gejalanya. Tapi saya memaksakan bermain futsal bersama rektor dan kawan-kawan dosen. Saat itulah, saat stamina down, perut mulai mual dan nyeri di ulu hati, saya sadar tidak akan lama saya akan terkapar.

13 Januari 2011. Malaria. Bencana terbesar untuk diri di awal tahun ini. Mengingatkan untuk sedikit beristirahat.

BEC Gaya Baru

Senin, 10 Januari 2011

Kurang lebih 9 bulan sudah kepengurusan kami berjalan. Beberapa kali sudah mengadakan pertemuan, baru kali ini hasilnya sangat memuaskan. Mengesankan. Semakin cinta BEC (Bengkulu Entrepreneur Community). Eits.. tunggu dulu BOSS*. Ada apa ini, kepengurusan? Pertemuan? Sangat memuaskan? Ya, tentu saja. Baiklah.. mari saya perkenalkan.

Kepengurusan. Kami tergabung dalam BEC (Bengkulu Entrepreneur Community), sebuah komunitas bisnis alumni EU (Entrepreneur University) di Bengkulu. Kebetulan kami adalah kepengurusan periode kedua, dipimpin oleh ibu Afrina Yosi, Bendahara ibu Nila dan saya sebagai sekretarisnya. Selain itu banyak seksi lain. Tapi hasil pertemuan kemarin disederhanakan, mengkerucut menjadi ketiga orang ini. Kok? Ya mungkin karena para bisnisman itu tidak mau berpikir repot dengan kerumitan sistem. Toh masing-masing sudah sibuk dengan bisnisnya sendiri.

Pertemuan, merupakan ajang tempat kami berkumpul. Membahas EU, bisnis, kepengurusan, dll yang berkaitan dengan EU, BEC dan tentu saja.. BISNIS.

Sangat Memuaskan, inilah bagian paling menyenangkan. Dan karena ini, tulisan ini dibuat.

9 Januari 2011. Reuni Akbar Alumni EU Bengkulu. Menjalin Silaturahmi, Meningkatkan Keakraban. Acara ini digagas oleh dua orang, saya dan ketua Bu Yosi. Sebetulnya, tapi rahasia loh y, lebih tepatnya bu Yosi yang menggagas semuanya. Saya hanya membantu sedikit. Itupun tidak maksimal. Karena disibukkan dengan pekerjaan kantor; plus kedatangan tamu jauh (kawan kuliah) yang baru kali ini ke Bengkulu; plus menumpuknya side job (usaha saya di bidang percetakan, desain grafis, servis komputer; pemilik sekaligus karyawan utama, hehe); plus kondisi cuaca yang tidak mendukung. Mengganggu kesehatan. Mungkin malaria kumat ni. (alasan boss, uhui). Syukurnya pertemuan berjalan sukses dengan hasil sangat memuaskan. Tersenyum bangga dalam sakit.

Susunan acara dimulai dengan pembukaan; kemudian presentasi bisnis; dan terakhir pleno dengan tema ‘Mau dibawa kemana BEC?’. Pembukaan dan presentasi bisnis tidak saya ceritakan karena sifatnya umum. Saya rasa semua sudah mengerti formatnya. Lanjut ke pleno.

Singkat saja. Tema ‘Mau dibawa kemana BEC?’ diangkat karena kurang geliatnya organisasi ini. Bukan karena pengurus yang tidak bersemangat. Bukan pula karena tidak ada support dari rekan-rekan anggota. Buktinya acara ini tetap bisa berlangsung. Jadi? Setidaknya ada dua faktor yang saling berhubungan yang menyebabkan kevakuman ini.

  • Karena baru memulai bisnis atau sedang berkembang, mengurusi bisnis masing-masing menjadi agenda utama. Agak sulit untuk keluar berkunjung ke rekan BEC dan berbagi informasi.
  • Kesibukan tadi menyebabkan kurangnya komunikasi antar anggota sehingga menciptakan kevakuman.

Diskusi berjalan lancar dan terarah. Yah, walaupun agak sedikit berbantah-bantahan. Itukan biasa. Pada akhirnya dicapai beberapa kesimpulan:

  • BEC jangan diperumit dengan kepengurusan yang banyak. Tiga pengurus utama dirasa cukup.
  • Dicarikan perkerja Humas yang bertugas menghubungkan tiap anggota dan informasi. Kurang lebih berfungsi sebagai Pusat Data. Untuk awal, akan ada evaluasi SOP tiap bulan.
  • Fee Humas diatur BEC, berupa Honor untuk fee tetap dan Komisi jika ada penambahan tugas.
  • Anggota BEC adalah alumni EU yang melakukan registrasi ke BEC dengan biaya pendaftaran 150 ribu dan iuran bulanan 10 ribu.


10 Januari 2011. Malaria kumat. Senang bisa bercerita tentang BEC.


*BOSS, cara kami menyapa di BEC. Sebuah singkatan Berani Optimis Sukses Selalu.

Semoga Sukses

Kamis, 06 Januari 2011

Sembari menepuk bahu saya, ibu Wiwit mengatakan “Be a Success man!”. Sepenggal kata yang cukup memotivasi pagi ini. Hanya itu dialog kami saat papasan tadi pagi setelah saya mengucap “hello, mam..”. Setelahnya saya bilang ‘thnx mam, amin..”.

Tak sering jumpa. Tak banyak kata. Tapi sarat makna.

Kedekatan yang aneh, hubungan saya dengannya. Beliau rekan kerja saya sewaktu masih mengajar di SMK Negeri 1 Bengkulu dulu. Tapi tidak sebatas itu. Beliau guru pengampu ‘Bahasa Inggris’ saat saya masih duduk bangku sekolah menengah pertama, SLTP Negeri 1 Bengkulu. Tapi tidak sebatas itu. Suaminya murid ayah saya. Tapi tidak sebatas itu. Ibu mertua beliau teman ayah saya. Tapi tidak sebatas itu. Putri pertamanya yang bernama Putri, salah satu murid terbaik saya. Tapi tidak sebatas itu. Putri telah tiada. #Sedih.

Sebagai guru baru waktu itu, Putri sangat membanggakan saya. Ntah apa yang sudah dia ceritakan ke ibunya, sampai ibu Wiwit juga menyenangi saya. Yaah, memang rumornya banyak siswa yang menyenangi cara mengajar saya; para gurupun membicarakan saya (sepertinya saya terlalu banyak berbuat onar hingga jadi bahan pembicaraan). Bukan karena saya lebih pintar dari guru lain. Bukan juga karena saya sekolah kependidikan. Saya lulusan teknik, beruntung saja bisa jadi guru. Lebih beruntung lagi, tidak lama kemudian saya dapat kesempatan mengabdi di Universitas swasta milik yayasan di Bengkulu. Padahal saya tidak pernah berniat itu, saya hanya berusaha memaksimalkan tugas saya sebagai pengajar. Bukankah kita dibayar untuk bekerja maksimal.

Kebanggaan Putri terhadap saya berimbas pada sikap ibunya. Beliau sering mensupport saya. memberikan motivasi, masukan, nasehat-nasehat ringan tapi dalam. Terus begitu, sampai sekarang.

6 Januari 2010. Termotivasi. Penuh makna dalam berbenah diri.

Arti Sahabat

Rabu, 05 Januari 2011

Parah. Perih. Kulit muka saya yang biasanya mulus halus, mengelupas. Orang Bengkulu bilang ‘mutung ari’, ntah apa bahasa Indonesianya, suatu keadaan kulit mengelupas setelah beberapa hari sebelumnya terkena sengatan matahari yang sangat terik. Inilah hadiah istimewa di awal 2011.

Tepat tanggal 1 kemarin, lagi asik main futsal bareng kawan-kawan dosen dan pak rektor, seorang kawan asal Sungai Pakning, Bengkalis, Riau, menelepon. Mengabari dia sudah di loket PO SAN (Perusahaan Otobus SAN Putra Jaya) Bengkulu pagi itu. Minta dijemput. Surprise. Sampai juga dia di Bengkulu setelah berencana sekitar 2 tahun. Sendirian. Nekat. Gila. Tak masalah. Tak mungkin ada orang yang mau culik dia. Tak mungkin. Tak mungkin.

Terkenang masa-masa kuliah di Yogyakarta. Susah senang pernah terlewati bersamanya. Kawan lama, sahabat, tempat meradai* di kala cekak; mengadu masalah; becanda; berbagi di kala suka. Senang. Tentu saja. Mampir dia ke kota kecil saya, Bengkulu. Istimewa.

Untuk itu saya harus jadi tuan rumah yang baik. Mengajaknya berkeliling Bengkulu, melihat-lihat tempat wisata jadi menu wajib. Hanya saja, Senin dah masuk kerja. Keterbatasan waktu. Sabtu – Minggu, 2 hari itu harus dimaksimalkan meski hanya sekedar ngider di Kotamadya Bengkulu. Maksimal, termasuk berboncengan di terik siang. Sampai mengelupas kulit muka dibuatnya. Tak apa. Tak apa. Demi karib, hal segini bukanlah masalah.

Berkeliling kami ke tempat wisata; rumah pengasingan ‘Bung Karno’, benteng kuno Inggris ‘Malborough Fort’, Pantai ‘Panjang’, Pantai ‘Tapak Padri’, Danau ‘Dendam Tak Sudah’, Monumen ‘Thomas Park’, Lapangan Merdeka (tempat tugu Bengkulu pernah berdiri. Sekarang? Kau boleh kecewa melihatnya. Dan saya belum mau bahas itu). Tak lupa kami berkunjung ke rumah kawan-kawan kuliah yang menetap di Bengkulu.

Kawan, terima kasih telah berkunjung. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk mampir. Takkan terlupa kesenangan ini. Senang karena masih diingat, meski dulu saya pemuda kasar, suka asal, bicara ceplas-ceplos, urakan, jorok, jarang mandi; Senang bisa bercanda, diskusi, berbantah-bantahan seperti jaman kuliah; Senang bisa ikut berkunjung ke tempat wisata, yang walaupun saya lahir dan besar di Bengkulu, sudah 6 – 10 tahun ini tidak pernah saya lakukan. Wisata semakin bagus, meski tata kelolanya belum baik; Senang karena sudah lama tidak sesenang ini.

5 Januari 2011. SAHABAT. Tak lekang oleh waktu. Tak putus dimakan jaman. Semakin memahami arti persahabatan.



*meradai, Bengkulu: meminta sedekah; dalam teks ini bisa berarti meminjam atau meminta uang