Aturan dibuat untuk dilanggar. Statement ini selain salah juga sangat berbahaya. Meski sebatas guyonan. Beberapa kawan yang melanggar, membela diri dengan kalimat tersebut. Mengerikan. Sesat dan menyesatkan.
Aturan dibuat bukan untuk dilanggar loh, tapi sebagai acuan dalam melakukan kegiatan, apakah harus atau tidak boleh dilakukan. Dalam hal ini, aturan bersifat mengikat. Artinya jika aturan tidak ditaati, maka pelanggar harus dihukum.
Melihat. Memperhatikan. Merenungkan.
Dan ternyata oh ternyata, di sekitar kita aturan memang lebih mudah dilanggar daripada ditaati. Kok bisa? Apa yang salah? Siapa yang bertanggungjawab?
Pelanggaran terjadi karena tidak konsistennya para penegak aturan. Tidak konsekuen dengan aturan yang ditetapkan. Tidak komitmen dengan hukuman yang harus ditegakkan. Ah masa sih, apa buktinya? Baiklah.
Pertama. Yang berhak menghukum justru melanggar aturan. Misal : polisi berkendara motor tidak berhelm di jalan raya; guru merokok di depan siswa yang dilarangnya.
Kedua. Pengajar/pendidik, pemimpin, pejabat, orang-orang yang berpengaruh mencontohkan pelanggaran. Misal : guru telat masuk kelas tapi segera keluar sebelum jam pelajaran berakhir; koruptor dihukum seadanya; polantas melanggar marka. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Jika yang patut digugu melanggar aturan, bagaimana para penggugunya?
Aturan dibuat pasti dengan niat mencapai kebaikan. Ada hikmah di baliknya. Ada guna. Ada fungsi. Hendaknya kita mentaati aturan. Konsisten menjalani. Komitmen terhadap sanksi.
ketika aturan ciptaan manusia itu dilanggar, berarti ada 2 kemungkinan. Pertama aturan tersebut sudah tidak relevan lagi untuk digunakan dan mengharapkan adanya perbaikan dari aturan tersebut yang sudah jelas2 cacad.
Kedua adalah manusianya sendiri yang tidak mau menggunakan aturan tersebut untuk kebaikan dirinya sendiri pada umumnya dan kebaikan orang lain pada umumnya.